Indonesia memiliki sekolah penerbangan baru standar internasional. BIFA dibangun di Bali dan ditargetkan menjadi terbaik di Asia. Mungkinkah kecelakaan yang dialami maskapai penerbangan akan berkurang lewat sekolah ini? Bali Internasional Flight Academy (BIFA) digagas oleh bankir Robby Djohan mulai beroperasi awal 2009 lalu. Berdirinya sekolah ini seakan angin di tengah ramainya pesawat sering tergelincir. Chief Exekutif Officer BIFA Wiradharma Oka mengatakan pihaknya mengusahakan lisensi sejak 2008, dan awal Januari 2009 mendapat pesetujuaan dari Departemen Perhubungan.
Pada akhir Februari, BIFA sudah mulai mendidik 21 siswa, 20 di antaranya lokal dan satu dari Inggris. ”Tujuan kami sebagai sekolah penerbangan bertaraf internasional setidaknya sudah terwujud,” kata Oka.
Robby menambahkan tujuan pendirian sekolah itu adalah mencetak pilot untuk memenuhi kebutuhan nasional. Meskipun maskapai dari Timur Tengah, Singapura dan Afrika mencari pilot di Indonesia, tapi kebutuhan pilot untuk maskapai nasional hingga kini belum terpenuhi.
Sekolah penerbangan nasional tiap tahun hanya menghasilkan 140 pilot. Padahal maskapai nasional membutuhan 400 pilot. Robby yakin dunia penerbangan nasional akan terus naik. Pada 1996 jumlah penumpang pesawat terbang mencapai 6 juta dalam setahun. Saat ini jumlahnya sudah melonjak menjadi 30 juta.
“Kebutuhan pilot dari maskapai penerbangan nasional terus bertambah. Rata-rata pendidikaan pilot dari didikan luar negeri. Sementara pendidikan di Indonesia yang kompeten hanya Curug dan lulusannya tidak banyak,” katanya.
Menurut Robby, tingginya kecelakan penerbangan di Indonesia sebagian besar karena human error. Penyebabnya bisa bermacam-macam, salah satunya adalah over stress akibat terlalu banyak terbang. Oleh karena itu, BIFA diharapkan memasok pilot-pilot terlatih ke maskapai nasional. Robby menyebut Garuda akan menambah 20 pesawat dan berarti butuh 100 pilot baru. Karena untuk satu pesawat, setidaknya harus tersedia 5 pilot.
Fasilitas training yang dimiliki BIFA bertaraf internasional. BIFA ditargetkan bisa lebih baik dari fasilitas pelatihan yang dimiliki Malaysia, Philipina dan Australia. Saat ini BIFA sudah dilirik calon pilot terutama dari Afrika. Menurut Robby membangun sekolah penerbangan dengan kualitas tinggi sulit profitable. “Tapi sekolah harus tetap menghasilkan profit, agar bisa sustainable,” katanya. Untuk meningkatkan kualitas, BIFA mendatangkan instruktur profesional dari luar negeri.
Robby menyebut, lokasi di Bali menjadi daya tarik bagi instruktur luar negeri mau bergabung di BIFA. Selain itu, Bali dipilih karena dukungan penuh dari pemerintah setempat. “Singaraja sudah ada bandara dan tinggal dibenahi saja,” katanya.
BIFA memiliki 5 unit pesawat Cessna 172 untuk latihan. Pesawat yang sudah menjadi standar latihan penerbangan itu akan ditambah menjadi 10. BIFA menetapkan satu pesawat maksimum untuk melatih 10 siswa.
Wiradharma Oka mengatakan sekolah penerbangan ini bisa diikuti oleh calon penerbang, lulusan SMA yang ingin berkarir di dunia penerbangan ataupun penghobi aviasi. Syaratnya harus sudah berumur 18 tahun dan lulus tes.
Kapasitas maksimum sekolah ini hanya 80 siswa. Jumlah dibatasi, agar instruktur bisa lebih dekat dalam memantau perkembangan anak didiknya. BIFA menetapkan satu instruktur maksimum menangani 8 siswa.
BIFA menyediakan tiga program. Private Pilot License (PPL) memberikan sertifikat lisensi untuk menerbangkan pesawat pribadi dengan durasi pelatihan 14-16 minggu. Juga program Commercial Pilot Lincense (CPL) berdurasi 46-48 minggu dengan sertifikat untuk menerbangkan pesawat komersial. Serta program PPL dan CPL bagi pilot profesional yang membutuhkan standar sertikasi.
Untuk pendidikan itu dikenakan biaya US$ 17 ribu untuk PPL, US$ 34 ribu untuk CPL dan US$ 51 ribu untuk PPL dan CPL. Selain itu masih ada tambahan biaya akomodasi US$ 4.000 dan asuransi kesehatan US$ 550. Pendidikan ini dengan sistem asrama sekelas hotel bintang lima. Untuk biaya akomodasi dikenakan US$ 400 per bulan, latihan terbang per jam US$ 300 dan ground training package (PPL/CPL) US$ 5.000 serta simulator training per jam US$ 100.
Robby menolak jika biaya sekolah di BIFA mahal. Jika dibandingkan di luar negeri yang mencapai US$ 60-70 ribu BIFA lebih murah. Selain itu waktu sekolah lebih singkat kurang dari satu tahun.
“Dengan waktu delivery yang lebih singkat jadi jatuhnya lebih murah. Karena rata-rata lulusan pilot bisa segera mendapatkan pekerjaan dan mengembalikan biaya pendidikan,” katanya.
Ia menambahkan lulusan sekolah penerbangan bisa mendapatkan gaji US$ 2.000 sehingga dalam 4-5 tahun bisa mengembalikan uang pendidikan. “Bali utara itu wilayah udaranya sangat lengang, sehingga program meluluskan siswa kurang dari satu tahun bisa dilakukan. Sekolah penerbangan biasanya dua tahun baru lulus,” jelasnya.
|
0 komentar:
Posting Komentar